Sabtu, 24 April 2010

KADISPENDA:
SEBAGIAN BESAR MOTOR GEDE BODONG

SURABAYA - Dinas Pendapatan (Dispenda) Jawa Timur kesulitan mendata jumlah motor gede yang mesinnya berkapasitas 500 cc, karena motor yang harga jualnya lebih dari Rp 25 juta itu mayoritas berstatus bodong atau tidak memiliki surat kelengkapan kendaraan.
Ketua Komisi C DPRD Jatim, Kartika Hidayati, usai dengar pendapat dengan Biro Hukum, Biro Keuangan, dan Kadispenda Jatim, di Gedung DPRD Jatim, Kamis (22/4) sore mengatakan, dengar pendapat itu terkait Raperda tentang Pajak Daerah yang diajukan oleh eksekutif. Dalam raperda tersebut mengatur pajak kendaraan, terutama pajak motor gede dengan kepemilikan lebih dari satu.
Komisi C akan melakukan koordinasi dengan jajaran seperti Dispenda, dan Polda Jatim untuk mengawal dan menertibkan motor gede di Jatim yang tidak lengkap suratnya. Penertiban itu dengan sosialisasi kepada pemilik kendaraan agar mau mengurus surat kepemilikan.
”Kita minta diperketat, jika kendaraan yang masuk melanggar ketentan harus ditindak, karena ini kepentingan penegakkan perda. Disisi lain, untuk pemasukan pendapatan asli daerah,” tegasnya.
Menurut dia, mayoritas masyarakat yang memiliki motor gede adalah masyarakat menengah ke atas. Namun, masyarakat kalangan atas enggan mengurusnya, sehingga dispenda tidak dapat mendata secara resmi. ”Kita minta ada penindakan untuk masyarakat yang tidak wajib pajak. Selain itu, kita minta agar dispenda dan polisi mewaspadai manipulasi data kenadaraan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Jatim, Haryono Abdul Bari menjelaskan, jumlah kendaraan itu sangat banyak, dan pemiliknya orang kaya. Masyarakat justru enggan mengurus surat, sehingga potensi pajak tidak dapat direalisasikan. Pihaknya meminta polisi untuk menindak pemilik kendaraan yang tetap melanggar yakni tidak mau mengurus surat.
Kepala Dispenda Jatim, I Made Sutarya mengungkapkan, hingga saat ini memang masih banyak kendaraan bermotor yang tidak bisa memberikan kontribusi pajak terhadap pemerintah daerah. Seperti halnya, motor gede sejenis Harley Davidson.
Namun, pemerintah daerah tidak mempunyai data secara riil jumlah kendaraan yang dimiliki orang kaya. Sebab, kendaraan itu masuk ke Indonesia terutama Jatim melalui jalur gelap yang melanggar ketentuan hukum.
”Data secara pasti berapa banyak, kami tidak mengetahui. Untuk itu, pemprov akan berkoordinasi dengan kepolisian untuk menertibkan kendaraan itu. Dengan begitu raperda disahkan dan pajak rogresif berlaku, potensi kendaraan yang ada tidak sia-sia, dan pendapatan dapat meningkat,” ujarnya.
Menurut data Dispenda, sejak tahun 2005 jumlah motor gede yang bisa memberikan kontribusi pajak tidak lebih dari 50 kendaraan. Dengan kontribusi itu otomatis potensi pajak rendah. Padahal, setiap tahunnya pajak kendaraan yang dikenakan Rp 5-8 juta per kendaraan.
Sementara masyarakat yang bayar pajak untuk kendaraan tahun pembuatan 2007 sebanyak 95 orang, motor tahun pembuatan 2008 sebanyak 76 orang, dan motor tahun pembuatan 2009 sebanyak 85 orang.
Mengingat sebagian besar motor gede yang dimiliki masyarakat tidak memiliki surat kelengkapan kendaraan, Dispenda tidak dapat menerapkan potensi pendapatan dari pajak yang akan dikenakan.
”Ini jelas sulit, karena tidak ada surat-suratnya. Pengurusan pajak itu kan harus disertai surat, seperti STNK, dan BBKB. Otomatis kita tidak bisa memungut pajak, dan sulit untuk menggarap potensi pajak,” terangnya.
Ke depan, agar kendaraan yang masuk dapat terdata, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dirjen Bea Cukai untuk meminta lebih memperketat masuknya kendaraan impor. Setiap kendaraan impor yang datang harus mempunyai surat- surat kendaraan. (*/jn/p03)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar